Kebebasan beragama dan kepercayaan
-
1.
Kebebasan Beragama
dan Berkepercayaan
NAMA KELOMPOK:
LARAS A.P
FAJRI AMINUDIN
NAUFAL NAUFICAL G
MICHAEL JUAN PEDRO
KELAS: XI-IPS 1
-
2.
DEFINISI
Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu
atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaandalam ruang
pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk
mengubah agama dan tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang
mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan
ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari
agama resmi. Pasal 18 dalam Kovenan Internasional PBB tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik menyatakan kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang
untuk mengamalkan agamanya adalah satu kezaliman spiritual. Kebebasan
beragama merupakan satu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa
dengan, toleransi agama, pemisahan antara agama dan negara, atau negara
-
3.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948
menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan agama
(Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik
mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan
(Pasal 18). Definisi hak kebebasan beragama secara formal
terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18 yang
berbunyi:
“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan
batin dan agama, dalam hak ini termasuk kebebasan
berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk
menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara
mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan
menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang
tersendiri.”
Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan
beragama yang terdiri dari hak untuk beragama, hak untuk
berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan
cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri
ataupun kelompok dan di tempat umum atau tempat
pribadi.
-
4.
Jaminan Konstitusi Tentang Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan.
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi
kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga
diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29
ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduknya untuk memeluk agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat
(1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang
lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak
tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak
asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-
pembatasan yang diatur dalam undang-undang.
-
5.
UUD yang mengatur /menegaskan kebebasan beragama.
a) Pasal 28 E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya...
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
b) Pasal 28 I
1. Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
c) Pasal 29
1. Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Undang-Undang No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
d) Pasal 22
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Negara harus menjamin:
a. Bahwa hak ini dilaksanakan tanpa diskriminasi apa pun, dan
b. Hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ini.
-
6.
Norma-Norma Kebebasan Beragama
Ada delapan norma yang
•Pertama, Internal freedom (Kebebasan internal). Berdasarkan pada norma ini,
setiap orang dipandang memiliki kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama.
Norma ini juga mengakui kebebasan setiap individu untuk memiliki, mengadopsi,
mempertahankan atau mengubah agama dan kepercayaannya.
•Kedua, External freedom (Kebebasan eksternal). Norma ini mengakui kebebasan
mewujudkan kebebasan atau keyakinan dalam berbagai bentuk manifestasi seperti
kebebasan dalam mengajaran, praktik, peribadatan dan ketaatan. Manifestasi
kebebasan beragama dan berkepercayaan dapat dilaksanakan baik diwilayah
pribadi dan publik. Kebebasan juga bisa dilakukan secara individual dan bersama-
sama orang lain.
•Ketiga, Noncoercion (Tanpa paksaan). Norma ini menekankan adanya
kemerdekaan individu dari segala bentuk paksaan dalam mengadopsi suatu
agama atau berkepercayaan. Dengan kata lain, setiap individu memiliki kebebasan
memiliki suatu agama atau kepercayaan tanpa perlu dipaksa oleh siapa pun.
•Keempat, Nondiscrimination (Tanpa diskriminasi) berdasarkan norma ini, negara
berkewajiban menghargai dan memastikan bahwa seluruh individu di wilayah
kekuasaan dan yurisdiksinya memperoleh jaminan kebebasan beragama atau
berkepercayaan tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama
atau kepercayaan, pandangan politik dan pandangan lainya, asal-usul bangsa,
kekayaan dan status kelahiran.
-
7.
•Kelima, Rights of parent and guardian (Hak orang tua dan wali). Menurut
norma ini, negara berkewajiban menghargai kebebasan orang tua dan para
wali yang absah secara hukum untuk memastikan pendidikan agama dan moral
bagi anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan mereka sendiri. Negara
juga harus memberikan perlindungan atas hak-hak setiap anak untuk bebas
beragama atau berkepercayaaan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
•Keenam, Corporate freedom and legal status (Kebebasan berkumpul dan
memperoleh status hukum). Aspek penting kebebasan beragama atau
berkepercayaan terutama dalam kehidupan kontemporer adalah adanya hak
bagi komunitas keagamaan untuk mengorganisasikan diri atau membentuk
asosiasi.
•Ketujuh, Limits of permissible restrictions on external freedom (Pembatasan
yang diperkenankan terhadap kebebasan eksternal). Kebebasan untuk
mewujudkan atau mengekspresikan suatu agama atau kepercayaan dapat
dikenai pembatasan oleh hukum dengan alasan ingin melindungi keselamatan
umum, ketertiban, kesehatan, moral dan hak-hak dasar lainnya.
•Kedelapan, Nonderogability. Negara tidak boleh mengurangi hak kebebasan
beragama atau kepercayaan bahkan dalam situasi darurat sekalipun
-
8.
Bentuk-bentuk Pelanggaran Kebebasan Bergama dan
Berkepercayaan di Indonesia.
Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama di Indonesia ternyata
negara dan pemerintah belum benar-benar bisa menegakkan pasal pasal yang ada di dalam UUD
1945. Mulai dari aparat kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat malah menjadi
pelanggar HAM terbanyak. Negara juga kurang tegas dalam menangani kasus kasus pelanggaran
tesebut maka dari itu bukan semakin berkurang kasus yang terjadi tetapi malah semakin
bertambanhnya kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama, bukan hanya tentang
kebebasan beragama tapi masih banyak juga pasal lain yang masih sering dilanggar.
-Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait rumah ibadah
cenderung meningkat. “Pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dalam bentuk penutupan,
perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol," kata Komisioner
Komnas HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM
Beberapa kasus pengabaian pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus lama pelanggaran
kebebasan beragama/berkeyakinan, di antaranya: pengabaian penyelesaian pembangunan Masjid
Nur Musafir di Batuplat, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pengabaian penyelesaian pembangunan
gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, Jawa Barat, serta pengabaian penyelesaian pemulangan warga
Ahmadiyah Lombok dari tempat pengungsian Mataram, Nusa Tenggara Barat.
-
9.
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
Hak beragama adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan
oleh siapapun.
UU No.12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik Mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 (pasal 1, ayat
1).
Hukum Internasional
a). Pasal 18
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup
kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan,
baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup,
untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan,
dan pengajaran.
2. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau
menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat
dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan,
ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
4. Negara Peserta dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan
apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi
anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
-
10.
Kesimpulan dan Saran
KESIMPULAN
Hubungan antara negara dan agama dalam konteks Pancasila adalah jelas
Pancasila tidak melepaskan agama dalam mengarungi bahtera perjalanan
negara, namun juga tidak menjadikan agama tertentu sebagai landasan
bernegara, artinya tidak islam dan tidak agama selain islam yang dijadikan
landasan bernegara. Kedudukan agama didalam negara indonesia jelas
pancasila mengakui akan adanya agama dan konstitusi indonesia sendiri
mencantumkan pasal tentang agama didalamnya.
SARAN
DPR dan Lembaga pemerintah lainnya, Diharapkan menjadi pengontrol yang
efektif bagi pelaksanaan kebebasan beragama di Indonesia; tetap bersepakat
bahwa negara ini bukanlah negara berdasarkan agama, tapi berdasarkan
Pancasila seperti ditunjukkan sepanjang sejarah parlemen Indonesia terkait isu
kebebeasan beragama.Jika kita sepakat bahwa negara ini berdasarkan
Pancasila, bukan negara agama, maka sepatutnya untuk bersikap netral
terhadap setiap masalah keagamaan dan kepercayaan, khususnya menyangkut
keyakinan, seperti diamanahkan konstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar